Jumat, 25 Januari 2013

menstimulasi kecerdasan emosional anak sejak dalam kandungan


A.    STIMULUS PRENATAL
1.      Hakikat Stimulus
Seperti yang diungkapkan oleh Rusyika Thamrin Psi., CBA., faktor yang dapat mengganggu dan bahkan merusak sel otak janin adalah tidak adanya stimulasi dari orang tua. Psikolog anak dan keluarga ini juga menjelaskan bahwa pada usia tiga minggu kehamilan, otak janin sudah terbentuk, lalu saat memasuki usia dua puluh minggu, janin telah memproduksi seluruh sel otak yang dibutuhkan selama hidupnya. Pada usia tujuh bulan, janin justru akan mengalami kehilangan sel otaknya jika tidak distimulasi. Sehingga sangat disayangkan apabila orang tua muda ini tidak mengetahui betapa pentingnya stimulus untuk janin terhadap perkembangan anak pada saat dia sudah lahir di dunia. Stimulus itu sendiri merupakan suatu rangsangan yang diberikan guna untuk mengoptimalkan perkembangan anak.

2.      Macam-Macam Stimulus Prenata
Pemberian stimulus terhadap janin secara umum itu dibagi menjadi 2, yaitu stimus melalui suara dan stimulus melalui gerakan. Beberapa stimulasi yang dapat dilakukan melalui suara dapat dipraktikkan dengan cara, yang pertama memperkenalkan diri. Sedapat mungkin, baik ayah maupun ibu, sama-sama memperdengarkan suara mereka kepada janin. Suara keduanya sangat penting untuk didengarkan agar janin dapat mengingat dan membedakan suara ayah dan ibunya. Jika anak yang dikandung merupakan anak kedua, maka  perkenalkan pula suara anak pertama dan katakana bahwa suara itu adalah suara kakaknya. Kalau memungkinkan pula, perdengarkan seluruh anggota keluarga agar janin dapat belajar mengenali perbedaan suara-suara tersebut.
Kedua, bercerita. Memberikan stimulasi kepada janin melalui cerita tidak harus dilakukan dengan membacakan buku-buku cerita saja. Berbagai peristiwa positif yang dialami maupun dilihat juga dapat diceritakan kepada janin agar dapat berinteraksi dengan dunia nyata melalui diri ibu. Misalnya, suatu ketika pada saat jalan-jalan ibu hamil ini melihat sebuah pemandangan di daerah puncak yang sangat indah, maka diberitahukan apa yang dilihat itu kepada janin dengan suara lembut dan penuh kasih sayang.
William Filer, Ph.D, dari Columbia University menyebutkan bahwa detak jantung janin akan melambat ketika ibunya sedang berbicara. Fakta ini diyakini sebagai salah satu reaksi janin, untuk mendengar dan memulai mengenali suara ibunya. Bahkan pada usia masih muda, janin juga sudah dapat membedakan suara ibunya dengan suara orang lain.
Ketiga, mendengarkan musik. Selain suara ibu, ayah, atau kakak si janin, music adalah bentuk rangsangan yang paling disarankan untuk memicu pertumbuhan sel otak janin. Tentu saja, pilihan lagu dan music yang bernada riang serta menenangkan karena nuansa ini mampu menciptakan emosi yang seimbang, baik janin maupun ibu. Menurut dra. Louise M.M. Psi., dari RSAB Harapan Kita yang menekuni terapi music bagi ibu hamil dan anak-anak menungkapkan bahwa wanita hamil yang tidak stress dan tenang tentu detak jantungnya akan lebih teratur. Keteraturan ini akan menenangkan janin bahkan juga bermanfaat saat persalinan.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Dr. Hermanto Trijanto SpOG(K)., mengungkapkan pemberian stimulus otak melalui musik pada janin dapat dilakukan dengan cara menempelkan earphone atau walkman pada sisi kiri dan kanan perut si ibu dengan volume yang diatur cukup untuk janin saja. Waktu terapi Mozart yang paling bagus dilakukan antara pukul 20.00 - 23.00 WIB untuk menghasilkan resonansi terbaik sehingga dampaknya maksimal terhadap janin selama 60 menit. Yang penting sudah melalui keadaan terjaga dan melalui dua kali gelombang alpha otak janin dan biarkan energy dari lahu tersebut mengalir sampai lagu berakhir.
Stimulus melalui gerakan dapat dilakukan dengan: pertama, membelai perut. Membelai dapat dilakukan sambil mengucapkan kata-kata positif sehingga menimbulkan perasaan tenang bagi janin. Seperti yang dijelaskan oleh Carista Luminare Rosen Ph.D, dalam salah satu penelitiannya, mengungkapkan bahwa janin dalam kandungan sebenarnya sudah memiliki kemampuan emosional dan intuisi yang kuat untuk dapat merasakan cinta dari kedua orang tuanya. Oleh sebab itu, memberikan sentuhan penuh kasih sayang kepada janin akan membantu meningkatkan taraf kecerdasan otak dan emosinya.
Kedua, menepuk. Menepuk tidak sama seperti mengelus menepuk ini dilakukan denagn cara merapatkan jari jemari, lalu telapak tangan menepuk secara halus. Tepukan lembut, apalagi dilakukan dengan irama yang teratur dapat membantu kepekaan janin terhadap suara yang dating dari luar. Biasanya, janin akan member respon dengan cara menendang atau melakukan gerakan lainnya setelah ditepuk-tepuk seperti itu. Selain itu, menepuk dapat dilakukan di tempat yang berbeda-beda. Hal ini penting dilakukan karena biasanya janin tidak memberikan respon yang sama jika ditepuk di tempat-tempat yang berbeda. Hal ini dapat membantu meningkatkan kepekaan aspek sensoris janin. Sehingga kelak akan dapat memiliki kecerdasan dalam menikmati irama, dimana hal tersebut akan membantu meningkatkan kecerdasan otak kanannya.
Ketiga, menekan. Cara ini dapat dilakukan dengan cara meletakkan tangan pada kedua sisi perut. Lalu, gunakan ujung jari untuk menekan seperti sedang mencari posisi janin. Rasakan bagaimana posisi badan dan kepalanya. Kemudian, lakukan gerakan menekan secara merata dengan perlahan. Hal yang perlu diperhatikan adalah jangan menekan terlalu keras agar janin tidak merasa kesulitan ketika akan memberikan respon.
Keempat, menguncang. Mengguncang dapat dilakukan dengan cara meletakkan kedua tangan pada kedua sisi perut tempat punggung dan pantat janin berada. Kemudian, gerakkan tangan ke atas dan biarkan perut kembali ke posisi semula setelah mengangkatnya. Pegang perut dengan erat, namun jangan mengguncangkan terlalu keras. Selain itu ada beberapa cara lain untuk mengguncangkan perut, misalnya denagn melakukan tarian kecil sambil mengikuti irama musik, naik turun tangga, dan sebagainya.
Menurut Prof. Dr. Utami Munandar, Guru Besar fakultas Psikologi UI dalam seminar Pengaruh Mendengarkan Musik Klasik terhadap Janin dan Kehamilan di Jakarta tersebut, stimulasi yang dapat diberikan oleh ibu hamil kepada janin di dalam kandungan bisa berupa mendengarkan music atau stimulus auditori dapat memperlihatkan perkembangan bahasa dan memori yang pesat semenjak kanak-kanak, stimulus fisik-motorik dengan mengelus-elus bagian perut dapat membantu meningkatkan taraf kecerdasan otak dan emosinya, stimulus kognitif dengan berbicara dan bercerita kepada janin yang dapat merangsang perkembangan otak anak, dan stimulus afektif dengan menyentuh perasaan bayi guna merangsang dan mengembangkan emosional janin. Semakin sering dan teratur stimulasi yang diberikan maka semakin efektif juga pengaruhnya. Ini tentulah sangat penting karena masa tumbuh kembang otak yang paling pesat terjadi pada awal kehamilan hingga bayi berusia 3 tahun.
Dr. Utami juga memberikan contoh pengaruh musik yang begitu tenang maka denyut jantung janin juga akan tenang. Bahkan pengaruh ini akan terus terlihat begitu bayi lahir. Pada saat bayi berusia 3 bulan, dia akan mampu menggerakkan tubuhnya mengikuti alunan irama musik klasik. Jika irama makin cepat menuju klimaks, maka gerakan bayi pun menjadi lebih cepat dan aktif. Ketika musik berhenti, dia menunjukkan ketidaksenangannya.
Profesor Stuart Campbell, seorang ahli kandungan asal Inggris yang mempelopori teknik rekaman gambar canggih ini, menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Watch Me Grow bahwa sebelumnya, para ahli berpendapat kalau anak tidak bisa tersenyum sampai usia 6 minggu setelah lahir. Padahal sebelum lahir pun anak yang masih berbentuk janin itu sering sekali tersenyum. Bahkan dengan alat tersebut, Campbell menemukan fakta baru bahwa janin memiliki perilaku cukup kompleks sejak awal pertumbuhannya. Ia menjelaskan bahwa ketika berusia 12 minggu, janin sudah dapat meregang, menendang, dan melangkah. Gerakan-gerakan ini dilakukan dengan cukup sempurna oleh janin, bahkan jauh sebelum si ibu mampu merasakan gerakan-gerakan itu di dalam perutnya.
Ketika janin memasuki usia 18 minggu, ia sudah dapat membuka matanya, meskipun sebagian besar berpikir bahwa kelopak mata janin masih menempel sampai usia 26 minggu. Tetapi Campbell justru menegaskan bahwa ketika janin sudah berusia 26 minggu, ia bahkan dapat melakukan semua gerakan dan juga mampu menunjukkan perasaannya sebagaimana bayi yang sudah lahir. Pada usia ini, janin sudah bisa menggaruk, tersenyum, menangis, cegukan, dang menghisap. Dengan temuan fakta baru yang dikemukakan tersebut, semakin jelas bahwa stimulasi ibu terhadap janin yang dikandungnya sangat penting dilakukan guna meningkatkan kemampuan dan kecerdasan otaknya.

3.      Hal-hal yang Tidak Boleh Dilakukan pada Saat Pemberian Stimulus Prenatal
Pada saat pemberian stimulus gerakan, jangan melakukan stimulus tersebut terlalu keras karena akan mengagetkan dan membuat janin merasa tidak nyaman. Sehingga nantinya respon yang akan diberikan janin tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang tua, terutama ibu.
Tapi ada beberapa hal yang perlu di ingat bahwa pemberian stimulus tidak perlu dilakukan secara berlebihan agar janin tidak mengalami stress dan kehilangan waktu istirahatnya. Paling tidak, stimulasi dapat dilakukan dalam waktu 5 – 10 menit setiap pagi dan malam. Karena waktu sebanyak itu sudah cukup untuk memberikan rangsangan bagi janin untuk belajar.
B.     PERKEMBANGAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK USIA DINI
1.      Hakikat kecerdasan dan emosi
Kecerdasan dalam arti umum merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memahami dan menyadari terhadap apa yang dialaminya baik melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan. Dalam berpikir biasanya seorang individu mengalami berbagai hal terhadap apa yang dialaminya sehingga mampu untuk merangkai, merumuskan, membandingkan, dan menganalogikan. Seseorang yang dapat dikatakan cerdas apabila ia dapat bereaksi secara logis dan mampu melakukan sesuatu yang berguna terhadap apa yang dialami di lingkungannya.
Kecerdasan itu sendiri bermula pada pikiran yang ada pada manusia merupakan kombinasi antara kemampuan berpikir (kemmapuan kognitif), kemampuan terhadap affection (kemampuan pengendalian secara emosi), dan unsure motivasi atau conation. Pemahaman mengenai kecerdasan itu sendiri berkaitan dengan unsure kognitif yang berkaitan dengan daya ingat, reasoning (mencari unsur sebab akibat), judgment (proses pengambilan keputusan), dan pemahaman abstraksi.
Sedangkan emosi itu sendiri merupakan kata ganti perasaan sehingga keadaan individu ketika marah, sedih, kecewa, ataupun gembira. Kata emosi ini tidak hanya mencakup perasaan marah ataupun sedih saja, namun segala hal yang menyangkut perasaan manusia. Pemahaman mengenai emosi berkaitan dengan fungsi mental, di mana sangat berkaitan dengan perasaan hati (mood), pemahaman diri dan evaluasi, serta kondisi perasaan lain, seperti rasa bosan ataupun perasaan penuh dengan energy.
Mekanisme emosi merupakan hasil dari kinerja otak yang sangat istimewa. Di dalam otak terdapat penjaga emosi yang disebut amigdala. Seorang ahli bernama LeDoux menjelaskan bahwa adanya hubungan sinyal-sinyal yang di dapatkan dari indra, seperti indra pengelihatan, indra pendengaran, maupun indra yang lainnya, masuk ke dalam otak. Di dalam otak ini lah sinyal tersebut diolah terlebih dahulu oleh amigdala (yang kemudian menjadi tindakan responsive kita yang paling awal terhadap emosi itu sendiri). Pada akhirnya, barulah dimunculkan sinyal-sinya ke bagian otak yang lain, yaitu neokorteks (bagian otak yang mengatur rasionalitas dari pola berpikir).

2.      Hakikat kecerdasan emosional
Kecerdasan emosi atau emotional intelligence merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ.
            Daniel Goleman, yakni seorang ahli psikologi perkembangan dari Universitas Havard, Amerika Serikat memaparkan beberapa hasil penelitiannya mengenai kecerdasan lain dalam kejiwaan manusia, dalam bukunya yang berjudul Emotional Intelligence yang diterbitkan ada tahun 1995. Ia mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan social yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain, orang tersebut akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan social serta lingkungannya. Ia juga mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut, seseorang mampu menempatkan emosi secara tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
            Sebuah teori komprehensif tentang kecerdasan emosi diajukan dalam tahun 1990 oleh dua orang psikolog, Peter Salovey di Yale dan John Mayer, sekarang di University of New Hampshire.[1] Sebuah model pelopor lain untuk kecerdasan emosi diajukan dalam tahun 1980-an oleh Reuven Bar-On, seorang psikolog Israel.[2] Dan selama beberapa tahun belakangan ini beberapa pakar telah mengajukan teori masing-masing dengan gagasan yang kurang lebih serupa.
            Slovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.

3.      Kondisi yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Sejumlah studi tentang emosi anak telah mengungkapkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung sekaligus pada faktor pematangan (maturation) dan faktor belajar, dan tidak semata-mata bergantung pada salah satunya. Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal masa kehidupan tidak berarti tidak ada. Reaksi emosional itu mungkian akan muncul di kemudian hari, dengan adanya pematangan dan sistem endokrin. Bukti tentang peran yang dimainkan faktor pematangan dan faktor belajar dalam perkembangan emosi, diantaranya:
a.       Peran pematangan
Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti, dengan memperhatikan satu rangsangan dalam jangka waktu yang lebih lama, dan kemudian memutuskan mengungkapkan emosi pada satu objek. Demikian pula, kemampuan mengingat dan menduga mempengaruhi reaksi emosional. Sehingga anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia dini.
Perkembangan kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku emosional. Bayi secara relative kekurangan produksi endokrin yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologis terhadap stress. Kelenjar adrenalin yang memainkan peran utama pada emosi mengecil secara tajam setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian, kelenjar itu mulai membesar secara pesat samapai anak berusia 5 tahun, dan melambat pada saat anak berusia samapai 11 tahun, dan membesar secara pesat lagi samapi anak berusia 16 tahun, dan pada usia ini lah kelenjar tersebut mencapai ukuran semula seperti pada saat anak lahir. Hanya sedikit adrenalin yang diproduksi dan dikeluarkan. Pengaruhnya sangat penting terhadap keadaan emosional pada masa kanak-kanak.
b.      Peran belajar
Lima jenis metode belajar yang turut menunjang pola perkembangan emosi pada masa kanak-kanak, yaitu belajar secara coba ralat (trial and error), belajar dengan cara meniru (learning by imitation), belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification), belajar melalui pengkondisian (conditioning), dan pelatihan (training).
Terlepas dari metode yang digunakan, dari sisi perkembangan anak harus siap untuk belajar sebelum tiba saatnya masa belajar. Dengan adanya pematangan sistem syaraf dan otot, anak-anak mengembangkan potensi untuk berbagi macam reaksi. Pengalaman belajar mereka akan menentukan reaksi potensial mana yang akan mereka gunakan untuk menyatakan kemarahan.
4.      Pola Emosi secara Umum
Elizabeth B. Hurlock mengungkapkan bahwa setelah bayi lahir, muncul berbagai macam pola reaksi. Pola yang paling umum, rangsangan yang membangkitkan emosi dan reaksi yang khas dari setiap pola akan dipaparkan, diantaranya:
-          Rasa takut
Rasa takut merupakan ketidakmampuan seorang untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan lingkungan sekitar yang bisa berupa rasa malu, rasa canggung, rasa khawatir, maupun rasa cemas yang menyergap dirinya. Ciri khas yang penting dari semua rangsangan takut adalah hal itu terjadi secara mendadak dan tidak diduga-duga dan anak hanya memiliki kesempatan yang kecil sekali untuk menyesuaikan diri dengan situasi tersebut.
-          Rasa marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-kanak jika dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada usia dini, anak-anak mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh parhatian dan mendapatkan apa yang mereka inginkan.
-          Rasa cemburu
Rasa cemburu merupakan reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang. Ada tiga sumber utama yang menimbulkan rasa cemburu dan kadar masing-masing sumber bervariasi menurut tingkatan umur, diantaranya rasa cemburu yang ditimbulkan di rumah, situasi social di sekolah, dan berasal dari rasa iri terhadap orang lain.
-          Dukacita
Duka cita adalah trauma psikis suatu kesengsaraan emosional yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai. Dalam bentuk yang lebih ringan, keadaan ini dikenal sebagai kesusahan atau kesedihan. Ciri khas bentuk ekspresi dukacita pada masa kanak-kanak adalah ekspresi yang tampak dan ekspresi yang ditekan.
-          Rasa ingin tahu
Suatu perasaan yang menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri sendiri.
-          Kegembiraan, keriangan, dan kesenangan
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan, yang juga dikenal dengan keriangan, kesenangan, atau kebahagiaan. Setiap anak memiliki intensitas kegembiraan yang berbeda-beda dan jumlah kegembiraannya, serta cara mengekspresikannya memiliki batas-batas yang dapat diramalkan.
-          Kasih sayang
Kasih sayang adalah reaksi emosional terhadap seseorang, binatang, atau benda. Hal itu menunjukkan perhatian yang hangat, dan mungkin terwujud dalam bentuk fisik atau kata-kata (verbal).

5.      Komponen Pendukung Kecerdasan emosional anak
Daniel Goleman mengadaptasi model kecakapan emosi seseorang dari peneliti-peneliti sebelumnya untuk memahami cara kerja bakat-bakat ini dalam kehidupan kerja. Adaptasinya meliputi lima dasar kecakapan emosi dan sosial, meliputi:
a.       Kesadaran diri
Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakan untuk memandu pengambilan keputusan sendiri, memiliki tolak ukur yang realistik atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
b.      Pengaturan diri
Manangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
c.       Motivasi
Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustrasi.
d.      Empati
Merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.
e.       Keterampilan social
Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan social, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerjasama dan bekerja dalam tim.

6.      Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional lebih menekankan kepada sifat perasaan, imajinasi, intuisi, maupun emosional. Apabila ditelaah lebih jauh lagi bahwa kecerdasan emosional meliputi berbagai aspek, diantaranya:
a.       Persepsi emosi
Dalam penelitian Sam R-Loyd pada tahun 1991, ia membedakan perasaan atas empat kelompok besar, yaitu marah, sedih, senang, dan takut. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya kombinasi dari masing-masing perasaan. Contohnya, ketika seorang anak merasa cemburu, berbagai perasaan akan muncul, yakni rasa cemas, kecewa, bahkan jengkel.
Ekspresi wajah, warna, cerita, dan music yang didengar dapat memberikan rangsangan terhadap perasaan. Karena itu, tidak jarang seorang anak akan merasa sedih bila melihat anak lain mengerutkan kening dengan mata berkaca-kaca.
b.      Pemahaman emosi
Dengan memahami emosi, anak akan semakin mengenali berbagai emosi yang terdapat dalam dirinya maupun orang lain. Jika seseorang tidak mampu mengenali emosi pada dirinya sendiri, tentunya akan sulit pula mengenali emosi orang lain. Ketidakmampuan untuk memahami perasaan orang lain akan mengakibatkan terjadinya hambatan dalam menjalin hubungan dengan sesama.
c.       Pengelolaan emosi
Pengelolaan emosi merupakan pemahaman seseorang anak tentang akibat perbuatannya terhadap emosinya atau orang lain dan bagaimana mengatur kembali kondisi emosinya menjadi positif. Dalam mengelola emosi diharapkan jangan sampai menjauhi perasaan yang tidak menyenangan agar selalu bahagia, tetapi dengan tidak membiarkan perasaan sedih berlangsung tidak terkendali.

7.      Faktor Penentu kecerdasan emosional
Sejak manusia dilahirkan, ia memiliki emosi sehingga pada saat terlahir di dunia tidak jarang seorang bayi akan memohon pelukan sang ibu. Pada perkembangannnya seorang anak mampu berinteraksi dengan lingkungan, baik itu melalui pengasuhan dan pendidikan. Setelah ditinjau, ternyata terdapat tiga faktor yang berpengaruh terhadap emosi, antara lain:
1.      Faktor pengaruh lingkungan
Lingkungan masyarakat tidak akan lepas dari keberadaan menusia itu sendiri. Kerena itu, sering kali kesuksesan seseorang sangat bergantung pada hubungan social dalam pergaulannya dengan orang lain sehingga ia mampu mengenali kelebihan dan kekurangan pada dirinya dan berharap segala yang dimiliki dapat disumbangkan kepada masyarakat.
2.      Faktor pengasuhan
Sejak lahir anak tidak akan jauh dari pengasuhan orang tua atau orang dewasa lainnya. Pengasuhan sering didefinisikan sebagai cara mengasuh anak dengan mencakup pengalaman, keahlian, kualitas, dan tanggungjawab yang dilakukan orang tua dalam mendidik dan merawat anak, sehingga anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan oleh keluarga dan lingkungan masyarakat tempat anak tinggal. Pengasuhan anak pun dibagi menjadi tiga, yaitu sistem otoriter, sistem permisif, dan sistem otoritatif. Pengasuhan dengan sistem sistem otoriter ini dapat membuat anak sulit menyesuaikan diri. Ketakutan anak terhadap hukuman justru membuat anak menjadi tidak jujur dan licik. Sistem permisif Akibatnya, anak menjadi cemas, takut dan agresif serta terkadang menjadi pemarah karena menganggap orangtua kurang memberi perhatian. Sedangkan sistem otoritatif anak lebih percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi, dan disukai banyak orang yakni anak-anak dengan kecerdasan emosional berderajat tinggi..
3.      Faktor pendidikan, baik di rumah maupun di sekolah
Pendidikan baik di rumah maupun di sekolah memiliki faedah yang berguna untuk anak. Di sekolah anak akan mendapatkan pendidikan secara terarah, sistematis, dan terencana. Di rumah, seorang anak mendapatkan pendidikan secara informal baik itu melalui orang tua maupun media lain, seperti televise atau buku. namun kesuanya membekali dan membentuk anak agar tumbuh secara seimbang baik dalam memahami aneka pengetahuan, mengolah pengetahuan, bahkan mengungkapkan emosi atau perasaan.


[1] Kecerdasan Emosi pada pria dan wanita: Reuven Bar-On, Bar-On Emotional Quotient Inventory: Technical Manual (Toronto: Multi-Health Systems, 1997).

Daftar pustaka:
Aunillah, Nurla Isna. 2011. Melatih Kecerdasan Janin Segenius Einstein. Yogyakarta: Diva Press.
Doyin, Mukh dan Wagiran. 2009. Bahasa Indonesia Pengantar Penulisan Karya Ilmiah. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.
Goleman, Daniel. 2001. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Musbikin, Imam. 2009. Kehebatan Musik untuk Mengasah Kecerdasan Anak. Yogyakarta: Power Books.
Puspasari, Amaryllia. 2009. Emotional Intelligent Parenting: Mengukur Emotional Intelligence Anak dan Membentuk Pola Asuh Berdasarkan Emotional Intelligent Parenting. Jakarta: PT  Elex Media Komputindo.
Tim Penyusun. 2009. Panduan Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Semarang 2009. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.
Tridhonanto, Al. dan Beranda Agency. 2009. Melejitkan Kecerdasan Emosi (EQ) Buah Hati: Panduan Bagi Orang Tua untuk Melejitkan EQ (Kecerdasan Emosional) Anak Yang Sangat Menentukan Masa Depan Anak. Jakarta: PT  Elex Media Komputindo.