A.
STIMULUS
PRENATAL
1. Hakikat
Stimulus
Seperti yang diungkapkan oleh Rusyika Thamrin Psi.,
CBA., faktor yang dapat mengganggu dan bahkan merusak sel otak janin adalah
tidak adanya stimulasi dari orang tua. Psikolog anak dan keluarga ini juga
menjelaskan bahwa pada usia tiga minggu kehamilan, otak janin sudah terbentuk,
lalu saat memasuki usia dua puluh minggu, janin telah memproduksi seluruh sel
otak yang dibutuhkan selama hidupnya. Pada usia tujuh bulan, janin justru akan
mengalami kehilangan sel otaknya jika tidak distimulasi. Sehingga sangat
disayangkan apabila orang tua muda ini tidak mengetahui betapa pentingnya
stimulus untuk janin terhadap perkembangan anak pada saat dia sudah lahir di
dunia. Stimulus itu sendiri merupakan suatu rangsangan yang diberikan guna
untuk mengoptimalkan perkembangan anak.
2. Macam-Macam
Stimulus Prenata
|
Kedua,
bercerita. Memberikan stimulasi kepada janin melalui cerita tidak harus
dilakukan dengan membacakan buku-buku cerita saja. Berbagai peristiwa positif
yang dialami maupun dilihat juga dapat diceritakan kepada janin agar dapat
berinteraksi dengan dunia nyata melalui diri ibu. Misalnya, suatu ketika pada saat
jalan-jalan ibu hamil ini melihat sebuah pemandangan di daerah puncak yang
sangat indah, maka diberitahukan apa yang dilihat itu kepada janin dengan suara
lembut dan penuh kasih sayang.
William Filer, Ph.D, dari Columbia
University menyebutkan bahwa detak jantung janin akan melambat ketika ibunya
sedang berbicara. Fakta ini diyakini sebagai salah satu reaksi janin, untuk
mendengar dan memulai mengenali suara ibunya. Bahkan pada usia masih muda,
janin juga sudah dapat membedakan suara ibunya dengan suara orang lain.
Ketiga,
mendengarkan
musik. Selain suara ibu, ayah, atau kakak si janin, music adalah bentuk
rangsangan yang paling disarankan untuk memicu pertumbuhan sel otak janin.
Tentu saja, pilihan lagu dan music yang bernada riang serta menenangkan karena
nuansa ini mampu menciptakan emosi yang seimbang, baik janin maupun ibu.
Menurut dra. Louise M.M. Psi., dari RSAB Harapan Kita yang menekuni terapi
music bagi ibu hamil dan anak-anak menungkapkan bahwa wanita hamil yang tidak
stress dan tenang tentu detak jantungnya akan lebih teratur. Keteraturan ini
akan menenangkan janin bahkan juga bermanfaat saat persalinan.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh
Dr. Hermanto Trijanto SpOG(K)., mengungkapkan pemberian stimulus otak melalui
musik pada janin dapat dilakukan dengan cara menempelkan earphone atau walkman
pada sisi kiri dan kanan perut si ibu dengan volume yang diatur cukup untuk
janin saja. Waktu terapi Mozart yang paling bagus dilakukan antara pukul 20.00
- 23.00 WIB untuk menghasilkan resonansi terbaik sehingga dampaknya maksimal
terhadap janin selama 60 menit. Yang penting sudah melalui keadaan terjaga dan
melalui dua kali gelombang alpha otak janin dan biarkan energy dari lahu
tersebut mengalir sampai lagu berakhir.
Stimulus melalui gerakan dapat dilakukan
dengan: pertama, membelai perut.
Membelai dapat dilakukan sambil mengucapkan kata-kata positif sehingga
menimbulkan perasaan tenang bagi janin. Seperti yang dijelaskan oleh Carista
Luminare Rosen Ph.D, dalam salah satu penelitiannya, mengungkapkan bahwa janin
dalam kandungan sebenarnya sudah memiliki kemampuan emosional dan intuisi yang
kuat untuk dapat merasakan cinta dari kedua orang tuanya. Oleh sebab itu,
memberikan sentuhan penuh kasih sayang kepada janin akan membantu meningkatkan
taraf kecerdasan otak dan emosinya.
Kedua,
menepuk. Menepuk tidak sama seperti mengelus menepuk ini dilakukan denagn cara
merapatkan jari jemari, lalu telapak tangan menepuk secara halus. Tepukan
lembut, apalagi dilakukan dengan irama yang teratur dapat membantu kepekaan
janin terhadap suara yang dating dari luar. Biasanya, janin akan member respon
dengan cara menendang atau melakukan gerakan lainnya setelah ditepuk-tepuk
seperti itu. Selain itu, menepuk dapat dilakukan di tempat yang berbeda-beda.
Hal ini penting dilakukan karena biasanya janin tidak memberikan respon yang
sama jika ditepuk di tempat-tempat yang berbeda. Hal ini dapat membantu
meningkatkan kepekaan aspek sensoris janin. Sehingga kelak akan dapat memiliki
kecerdasan dalam menikmati irama, dimana hal tersebut akan membantu
meningkatkan kecerdasan otak kanannya.
Ketiga,
menekan. Cara ini dapat dilakukan dengan cara meletakkan tangan pada kedua sisi
perut. Lalu, gunakan ujung jari untuk menekan seperti sedang mencari posisi
janin. Rasakan bagaimana posisi badan dan kepalanya. Kemudian, lakukan gerakan
menekan secara merata dengan perlahan. Hal yang perlu diperhatikan adalah
jangan menekan terlalu keras agar janin tidak merasa kesulitan ketika akan
memberikan respon.
Keempat,
menguncang. Mengguncang dapat dilakukan dengan cara meletakkan kedua tangan
pada kedua sisi perut tempat punggung dan pantat janin berada. Kemudian,
gerakkan tangan ke atas dan biarkan perut kembali ke posisi semula setelah
mengangkatnya. Pegang perut dengan erat, namun jangan mengguncangkan terlalu
keras. Selain itu ada beberapa cara lain untuk mengguncangkan perut, misalnya
denagn melakukan tarian kecil sambil mengikuti irama musik, naik turun tangga,
dan sebagainya.
Menurut Prof. Dr. Utami Munandar, Guru
Besar fakultas Psikologi UI dalam seminar Pengaruh
Mendengarkan Musik Klasik terhadap Janin dan Kehamilan di Jakarta tersebut,
stimulasi yang dapat diberikan oleh ibu hamil kepada janin di dalam kandungan
bisa berupa mendengarkan music atau stimulus auditori dapat memperlihatkan
perkembangan bahasa dan memori yang pesat semenjak kanak-kanak, stimulus
fisik-motorik dengan mengelus-elus bagian perut dapat membantu meningkatkan
taraf kecerdasan otak dan emosinya, stimulus kognitif dengan berbicara dan
bercerita kepada janin yang dapat merangsang perkembangan otak anak, dan
stimulus afektif dengan menyentuh perasaan bayi guna merangsang dan
mengembangkan emosional janin. Semakin sering dan teratur stimulasi yang
diberikan maka semakin efektif juga pengaruhnya. Ini tentulah sangat penting karena
masa tumbuh kembang otak yang paling pesat terjadi pada awal kehamilan hingga
bayi berusia 3 tahun.
Dr. Utami juga memberikan contoh
pengaruh musik yang begitu tenang maka denyut jantung janin juga akan tenang.
Bahkan pengaruh ini akan terus terlihat begitu bayi lahir. Pada saat bayi
berusia 3 bulan, dia akan mampu menggerakkan tubuhnya mengikuti alunan irama
musik klasik. Jika irama makin cepat menuju klimaks, maka gerakan bayi pun
menjadi lebih cepat dan aktif. Ketika musik berhenti, dia menunjukkan ketidaksenangannya.
Profesor Stuart Campbell, seorang ahli
kandungan asal Inggris yang mempelopori teknik rekaman gambar canggih ini,
menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Watch
Me Grow bahwa sebelumnya, para ahli berpendapat kalau anak tidak bisa
tersenyum sampai usia 6 minggu setelah lahir. Padahal sebelum lahir pun anak
yang masih berbentuk janin itu sering sekali tersenyum. Bahkan dengan alat
tersebut, Campbell menemukan fakta baru bahwa janin memiliki perilaku cukup
kompleks sejak awal pertumbuhannya. Ia menjelaskan bahwa ketika berusia 12
minggu, janin sudah dapat meregang, menendang, dan melangkah. Gerakan-gerakan
ini dilakukan dengan cukup sempurna oleh janin, bahkan jauh sebelum si ibu
mampu merasakan gerakan-gerakan itu di dalam perutnya.
Ketika janin memasuki usia 18 minggu, ia
sudah dapat membuka matanya, meskipun sebagian besar berpikir bahwa kelopak
mata janin masih menempel sampai usia 26 minggu. Tetapi Campbell justru
menegaskan bahwa ketika janin sudah berusia 26 minggu, ia bahkan dapat melakukan
semua gerakan dan juga mampu menunjukkan perasaannya sebagaimana bayi yang
sudah lahir. Pada usia ini, janin sudah bisa menggaruk, tersenyum, menangis,
cegukan, dang menghisap. Dengan temuan fakta baru yang dikemukakan tersebut,
semakin jelas bahwa stimulasi ibu terhadap janin yang dikandungnya sangat
penting dilakukan guna meningkatkan kemampuan dan kecerdasan otaknya.
3. Hal-hal
yang Tidak Boleh Dilakukan pada Saat Pemberian Stimulus Prenatal
Pada saat
pemberian stimulus gerakan, jangan melakukan stimulus tersebut terlalu keras
karena akan mengagetkan dan membuat janin merasa tidak nyaman. Sehingga
nantinya respon yang akan diberikan janin tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh orang tua, terutama ibu.
Tapi ada
beberapa hal yang perlu di ingat bahwa pemberian stimulus tidak perlu dilakukan
secara berlebihan agar janin tidak mengalami stress dan kehilangan waktu
istirahatnya. Paling tidak, stimulasi dapat dilakukan dalam waktu 5 – 10 menit
setiap pagi dan malam. Karena waktu sebanyak itu sudah cukup untuk memberikan
rangsangan bagi janin untuk belajar.
B.
PERKEMBANGAN
KECERDASAN EMOSIONAL ANAK USIA DINI
1. Hakikat
kecerdasan dan emosi
Kecerdasan dalam arti umum merupakan
suatu kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memahami dan menyadari terhadap
apa yang dialaminya baik melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan. Dalam
berpikir biasanya seorang individu mengalami berbagai hal terhadap apa yang
dialaminya sehingga mampu untuk merangkai, merumuskan, membandingkan, dan
menganalogikan. Seseorang yang dapat dikatakan cerdas apabila ia dapat bereaksi
secara logis dan mampu melakukan sesuatu yang berguna terhadap apa yang dialami
di lingkungannya.
Kecerdasan itu sendiri bermula pada
pikiran yang ada pada manusia merupakan kombinasi antara kemampuan berpikir
(kemmapuan kognitif), kemampuan terhadap affection
(kemampuan pengendalian secara emosi), dan unsure motivasi atau conation. Pemahaman mengenai kecerdasan
itu sendiri berkaitan dengan unsure kognitif yang berkaitan dengan daya ingat, reasoning (mencari unsur sebab akibat), judgment (proses pengambilan keputusan),
dan pemahaman abstraksi.
Sedangkan
emosi itu sendiri merupakan kata ganti perasaan sehingga keadaan individu
ketika marah, sedih, kecewa, ataupun gembira. Kata emosi ini tidak hanya
mencakup perasaan marah ataupun sedih saja, namun segala hal yang menyangkut
perasaan manusia. Pemahaman mengenai emosi berkaitan dengan fungsi mental, di
mana sangat berkaitan dengan perasaan hati (mood), pemahaman diri dan evaluasi,
serta kondisi perasaan lain, seperti rasa bosan ataupun perasaan penuh dengan
energy.
Mekanisme
emosi merupakan hasil dari kinerja otak yang sangat istimewa. Di dalam otak
terdapat penjaga emosi yang disebut amigdala.
Seorang ahli bernama LeDoux menjelaskan bahwa adanya hubungan sinyal-sinyal
yang di dapatkan dari indra, seperti indra pengelihatan, indra pendengaran,
maupun indra yang lainnya, masuk ke dalam otak. Di dalam otak ini lah sinyal
tersebut diolah terlebih dahulu oleh amigdala (yang kemudian menjadi tindakan
responsive kita yang paling awal terhadap emosi itu sendiri). Pada akhirnya,
barulah dimunculkan sinyal-sinya ke bagian otak yang lain, yaitu neokorteks
(bagian otak yang mengatur rasionalitas dari pola berpikir).
2. Hakikat
kecerdasan emosional
Kecerdasan emosi atau emotional intelligence merujuk
kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi
mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi dengan
kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu kemampuan-kemampuan kognitif
murni yang diukur dengan IQ.
Daniel Goleman, yakni seorang ahli
psikologi perkembangan dari Universitas Havard, Amerika Serikat memaparkan
beberapa hasil penelitiannya mengenai kecerdasan lain dalam kejiwaan manusia,
dalam bukunya yang berjudul Emotional Intelligence
yang diterbitkan ada tahun 1995. Ia mengatakan bahwa koordinasi suasana hati
adalah inti dari hubungan social yang baik. Apabila seseorang pandai
menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain, orang tersebut akan
lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan social serta lingkungannya. Ia
juga mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang yang
dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan,
mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan
kecerdasan emosional tersebut, seseorang mampu menempatkan emosi secara tepat,
memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Sebuah teori komprehensif tentang kecerdasan
emosi diajukan dalam tahun 1990 oleh dua orang psikolog, Peter Salovey di Yale
dan John Mayer, sekarang di University of New Hampshire.[1]
Sebuah model pelopor lain untuk kecerdasan emosi diajukan dalam tahun 1980-an
oleh Reuven Bar-On, seorang psikolog Israel.[2]
Dan selama beberapa tahun belakangan ini beberapa pakar telah mengajukan teori
masing-masing dengan gagasan yang kurang lebih serupa.
Slovey
dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan memantau dan
mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan
perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.
3. Kondisi
yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Sejumlah studi tentang emosi anak telah
mengungkapkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung sekaligus pada faktor
pematangan (maturation) dan faktor
belajar, dan tidak semata-mata bergantung pada salah satunya. Reaksi emosional
yang tidak muncul pada awal masa kehidupan tidak berarti tidak ada. Reaksi
emosional itu mungkian akan muncul di kemudian hari, dengan adanya pematangan
dan sistem endokrin. Bukti tentang peran yang dimainkan faktor pematangan dan
faktor belajar dalam perkembangan emosi, diantaranya:
a. Peran
pematangan
Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan
untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti, dengan memperhatikan
satu rangsangan dalam jangka waktu yang lebih lama, dan kemudian memutuskan
mengungkapkan emosi pada satu objek. Demikian pula, kemampuan mengingat dan
menduga mempengaruhi reaksi emosional. Sehingga anak-anak menjadi reaktif
terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia dini.
Perkembangan kelenjar endokrin
penting untuk mematangkan perilaku emosional. Bayi secara relative kekurangan
produksi endokrin yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologis terhadap
stress. Kelenjar adrenalin yang memainkan peran utama pada emosi mengecil
secara tajam setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian, kelenjar itu mulai
membesar secara pesat samapai anak berusia 5 tahun, dan melambat pada saat anak
berusia samapai 11 tahun, dan membesar secara pesat lagi samapi anak berusia 16
tahun, dan pada usia ini lah kelenjar tersebut mencapai ukuran semula seperti
pada saat anak lahir. Hanya sedikit adrenalin yang diproduksi dan dikeluarkan.
Pengaruhnya sangat penting terhadap keadaan emosional pada masa kanak-kanak.
b. Peran
belajar
Lima jenis metode belajar yang
turut menunjang pola perkembangan emosi pada masa kanak-kanak, yaitu belajar
secara coba ralat (trial and error),
belajar dengan cara meniru (learning by
imitation), belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification), belajar melalui pengkondisian (conditioning), dan pelatihan (training).
Terlepas dari metode yang
digunakan, dari sisi perkembangan anak harus siap untuk belajar sebelum tiba
saatnya masa belajar. Dengan adanya pematangan sistem syaraf dan otot, anak-anak
mengembangkan potensi untuk berbagi macam reaksi. Pengalaman belajar mereka
akan menentukan reaksi potensial mana yang akan mereka gunakan untuk menyatakan
kemarahan.
4. Pola
Emosi secara Umum
Elizabeth
B. Hurlock mengungkapkan bahwa setelah bayi lahir, muncul berbagai macam pola
reaksi. Pola yang paling umum, rangsangan yang membangkitkan emosi dan reaksi
yang khas dari setiap pola akan dipaparkan, diantaranya:
-
Rasa takut
Rasa takut merupakan ketidakmampuan seorang untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan dan lingkungan sekitar yang bisa berupa rasa
malu, rasa canggung, rasa khawatir, maupun rasa cemas yang menyergap dirinya.
Ciri khas yang penting dari semua rangsangan takut adalah hal itu terjadi
secara mendadak dan tidak diduga-duga dan anak hanya memiliki kesempatan yang
kecil sekali untuk menyesuaikan diri dengan situasi tersebut.
-
Rasa marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering
diungkapkan pada masa kanak-kanak jika dibandingkan dengan rasa takut.
Alasannya karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada
usia dini, anak-anak mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif
untuk memperoleh parhatian dan mendapatkan apa yang mereka inginkan.
-
Rasa cemburu
Rasa cemburu merupakan reaksi normal terhadap
kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih
sayang. Ada tiga sumber utama yang menimbulkan rasa cemburu dan kadar
masing-masing sumber bervariasi menurut tingkatan umur, diantaranya rasa
cemburu yang ditimbulkan di rumah, situasi social di sekolah, dan berasal dari
rasa iri terhadap orang lain.
-
Dukacita
Duka cita adalah trauma psikis suatu kesengsaraan
emosional yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai. Dalam bentuk
yang lebih ringan, keadaan ini dikenal sebagai kesusahan atau kesedihan. Ciri
khas bentuk ekspresi dukacita pada masa kanak-kanak adalah ekspresi yang tampak
dan ekspresi yang ditekan.
-
Rasa ingin tahu
Suatu perasaan yang menaruh minat terhadap segala
sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri sendiri.
-
Kegembiraan, keriangan, dan kesenangan
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan, yang
juga dikenal dengan keriangan, kesenangan, atau kebahagiaan. Setiap anak
memiliki intensitas kegembiraan yang berbeda-beda dan jumlah kegembiraannya,
serta cara mengekspresikannya memiliki batas-batas yang dapat diramalkan.
-
Kasih sayang
Kasih sayang adalah reaksi emosional terhadap
seseorang, binatang, atau benda. Hal itu menunjukkan perhatian yang hangat, dan
mungkin terwujud dalam bentuk fisik atau kata-kata (verbal).
5. Komponen
Pendukung Kecerdasan emosional anak
Daniel
Goleman mengadaptasi model kecakapan emosi seseorang dari peneliti-peneliti
sebelumnya untuk memahami cara kerja bakat-bakat ini dalam kehidupan kerja.
Adaptasinya meliputi lima dasar kecakapan emosi dan sosial, meliputi:
a. Kesadaran
diri
Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan
menggunakan untuk memandu pengambilan keputusan sendiri, memiliki tolak ukur
yang realistik atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
b. Pengaturan
diri
Manangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak
positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan
emosi.
c. Motivasi
Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menuntun
kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat
efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustrasi.
d. Empati
Merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu
memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.
e. Keterampilan
social
Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan
dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan social,
berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk
mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan
untuk bekerjasama dan bekerja dalam tim.
6. Aspek-aspek
Kecerdasan Emosional
Kecerdasan
emosional lebih menekankan kepada sifat perasaan, imajinasi, intuisi, maupun
emosional. Apabila ditelaah lebih jauh lagi bahwa kecerdasan emosional meliputi
berbagai aspek, diantaranya:
a. Persepsi
emosi
Dalam penelitian Sam R-Loyd pada
tahun 1991, ia membedakan perasaan atas empat kelompok besar, yaitu marah,
sedih, senang, dan takut. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya kombinasi
dari masing-masing perasaan. Contohnya, ketika seorang anak merasa cemburu,
berbagai perasaan akan muncul, yakni rasa cemas, kecewa, bahkan jengkel.
Ekspresi wajah, warna, cerita, dan
music yang didengar dapat memberikan rangsangan terhadap perasaan. Karena itu,
tidak jarang seorang anak akan merasa sedih bila melihat anak lain mengerutkan
kening dengan mata berkaca-kaca.
b. Pemahaman
emosi
Dengan memahami emosi, anak akan
semakin mengenali berbagai emosi yang terdapat dalam dirinya maupun orang lain.
Jika seseorang tidak mampu mengenali emosi pada dirinya sendiri, tentunya akan
sulit pula mengenali emosi orang lain. Ketidakmampuan untuk memahami perasaan
orang lain akan mengakibatkan terjadinya hambatan dalam menjalin hubungan
dengan sesama.
c. Pengelolaan
emosi
Pengelolaan emosi merupakan
pemahaman seseorang anak tentang akibat perbuatannya terhadap emosinya atau
orang lain dan bagaimana mengatur kembali kondisi emosinya menjadi positif.
Dalam mengelola emosi diharapkan jangan sampai menjauhi perasaan yang tidak
menyenangan agar selalu bahagia, tetapi dengan tidak membiarkan perasaan sedih
berlangsung tidak terkendali.
7. Faktor
Penentu kecerdasan emosional
Sejak
manusia dilahirkan, ia memiliki emosi sehingga pada saat terlahir di dunia
tidak jarang seorang bayi akan memohon pelukan sang ibu. Pada perkembangannnya
seorang anak mampu berinteraksi dengan lingkungan, baik itu melalui pengasuhan
dan pendidikan. Setelah ditinjau, ternyata terdapat tiga faktor yang
berpengaruh terhadap emosi, antara lain:
1. Faktor
pengaruh lingkungan
Lingkungan masyarakat tidak akan
lepas dari keberadaan menusia itu sendiri. Kerena itu, sering kali kesuksesan
seseorang sangat bergantung pada hubungan social dalam pergaulannya dengan
orang lain sehingga ia mampu mengenali kelebihan dan kekurangan pada dirinya
dan berharap segala yang dimiliki dapat disumbangkan kepada masyarakat.
2. Faktor
pengasuhan
Sejak lahir anak tidak akan jauh
dari pengasuhan orang tua atau orang dewasa lainnya. Pengasuhan sering
didefinisikan sebagai cara mengasuh anak dengan mencakup pengalaman, keahlian,
kualitas, dan tanggungjawab yang dilakukan orang tua dalam mendidik dan merawat
anak, sehingga anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan oleh keluarga
dan lingkungan masyarakat tempat anak tinggal. Pengasuhan anak pun dibagi
menjadi tiga, yaitu sistem otoriter, sistem permisif, dan sistem otoritatif. Pengasuhan dengan sistem sistem otoriter
ini dapat membuat anak sulit menyesuaikan diri. Ketakutan anak terhadap
hukuman justru membuat anak menjadi tidak jujur dan licik. Sistem permisif Akibatnya,
anak menjadi cemas, takut dan agresif serta terkadang menjadi pemarah karena
menganggap orangtua kurang memberi perhatian. Sedangkan sistem otoritatif anak lebih percaya diri, mandiri,
imajinatif, mudah beradaptasi, dan disukai banyak orang yakni anak-anak dengan
kecerdasan emosional berderajat tinggi..
3. Faktor
pendidikan, baik di rumah maupun di sekolah
Pendidikan baik di rumah maupun di
sekolah memiliki faedah yang berguna untuk anak. Di sekolah anak akan
mendapatkan pendidikan secara terarah, sistematis, dan terencana. Di rumah,
seorang anak mendapatkan pendidikan secara informal baik itu melalui orang tua
maupun media lain, seperti televise atau buku. namun kesuanya membekali dan
membentuk anak agar tumbuh secara seimbang baik dalam memahami aneka
pengetahuan, mengolah pengetahuan, bahkan mengungkapkan emosi atau perasaan.
[1]
Kecerdasan Emosi pada pria dan wanita: Reuven Bar-On, Bar-On Emotional Quotient Inventory: Technical Manual (Toronto:
Multi-Health Systems, 1997).
Daftar pustaka:
Aunillah, Nurla Isna. 2011. Melatih Kecerdasan Janin Segenius Einstein. Yogyakarta: Diva Press.
Doyin, Mukh dan Wagiran. 2009. Bahasa Indonesia Pengantar Penulisan Karya Ilmiah. Semarang:
Universitas Negeri Semarang Press.
Goleman, Daniel. 2001. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Terjemahan Alex
Tri Kantjono Widodo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Musbikin, Imam. 2009. Kehebatan Musik untuk Mengasah Kecerdasan Anak. Yogyakarta: Power
Books.
Puspasari, Amaryllia. 2009. Emotional Intelligent Parenting: Mengukur Emotional Intelligence Anak dan
Membentuk Pola Asuh Berdasarkan Emotional Intelligent Parenting. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Tim Penyusun. 2009. Panduan Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Semarang 2009. Semarang:
Universitas Negeri Semarang Press.
Tridhonanto, Al. dan Beranda Agency. 2009. Melejitkan Kecerdasan Emosi (EQ) Buah Hati:
Panduan Bagi Orang Tua untuk Melejitkan EQ (Kecerdasan Emosional) Anak Yang
Sangat Menentukan Masa Depan Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar