Senin, 20 Mei 2013

Hakekat Bermain untuk Anak Usia Dini



A.    Hakekat bermain pada anak usia dini.
1.      Hakekat AUD
Pada undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam berperilaku. Dengan demikian dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik yang tidak sama pula dengan orang dewasa. Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini. Adapun karakterisktik anak usia dini adalah:
1.    Anak belajar melalui bermain.
2.    Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya.
3.    Anak belajar secara alamiah.
4.    Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, menarik, dan fungsional.
2.      Hakekat bermain.
Bermain menurut Mayesty adalah kegiatan yang anak-anak lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Anak usia dini tidak membedakan antara bermain, belajar dan bekerja. Anak-anak pada umumnya sangat menikmati permainan dan akan terus melakukannya dimanapun mereka memiliki kesempatan. Piaget dalam Mayesty mengatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan/kepuasan bagi diri seseorang; sedangkan Parten dalam Dockett dan Fleer memandang kegiatan bermain sebagai sarana sosiaisasi, diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang dirinya, dengan siapa dia hidup serta lingkungan tempat dimana dia hidup.
Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang “tidak mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realitas luar”. Sedangkan menurut Dockett dan Fleer berpendapat bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Bermain merupakan aktivitas yang khas dan sangat berbeda dengan aktivitas lain seperti belajar dan bekerja yang selalui dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil akhir. Beberapa teori klasik dan modern tentang bermain yang dapat dibuat sebuah bagan sebagai berikut
Berdasarkan pengertian bermain diatas, dapat di uraikan bahwa semua aktivitas yang dilakukan oleh anak pada hakikatnya adalah bermain yang menjadi kebutuhan dasar bagi setiap anak, baik itu bertujuan ataupun tanpa tujuan, yang didalamnya mengandung berbagai unsur kesenangan dan kegembiraan. Dalam bermain juga banyak memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan seluruh potensi dalam dirinya dan menggali kekuatan yang ada dalam diri

B.     Tujuan bermain pada anak usia dini.
Semua anak usia dini memiliki potensi kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat individual antar anak yang satu dengan anak yang lain. Jadi dapat dikatakan bahwa dengan bermain anak dapat mengembangkan potensi kreatifnya, anak dapat berkreativitas dalam setiap kegiatan bermainnya. Pada dasarnya bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain yang kreatif, interaktif dan terintegrasi dengan lingkungan bermain anak. Menurut Catron dan Allen penekanan dari bermain adalah perkembangan kreativitas dari anak-anak.

C.    Tahap-tahap bermain menurut Jean Piaget
Adapun tahapan kegiatan bermain menurut Piaget adalah sebagai berikut:
1.    Permainan Sensori Motorik (± 3/4 bulan – ½ tahun)
Pada tahapan ini, kegiatan anak mulai lebih terkoordinasi dan ia mulai belajar dari pengalaman sebelumnya. Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum 3-4 bulan yang belum dikategorikan sebagai kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya merupakan kelanjutan kesenangan yang diperoleh seperti kegiatan makan atau mengganti sesuatu. Jadi merupakan pengulangan dari hal-hal sebelumnya dan disebut reproductive assimilation.

2.    Permainan Simbolik (± 2-7 tahun)
Merupakan ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2-7 tahun ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka, ruang, kuantitas dan sebagainya . Seringkali anak hanya sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang diberikan dan walaupun sudah dijawab anak akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan berbagai simbol atau representasi benda lain. Misalnya sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang dan lain-lain. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya.

3.    Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8-11 tahun)
Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan.

4.    Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas)
Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya.
Jika dilihat tahapan perkembangan bermain Piaget maka dapat disimpulkan bahwa bermain yang tadinya dilakukan untuk keenangan lambat laun mempunyai tujuan untuk hasil tertantu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik.




D.    Tahapan-tahapan bermain menurut Hurlock.
Menurut Hurlock ada 4 tahapan bermain pada anak, yaitu :
1.      Tahap Penjelajahan (Exploratory stage)
Ciri khasnya adalah berupa kegiatan mengenai obyek atau orang lain, mencoba menjangkau atau meraih benda dikelilingannya, lalu mengamatinya. Hingga bayi berusia 3 bulan, permainan mereka terutama terdiri atas melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk menggapai benda yang di acungkan. Setelah itu anak mulai bisa mengontrol tangannya untuk menggapai benda yang ada disekitarnya. Anak mulai bisa merangkak dan berjalan, anak mulai menggapai semua benda yang ada di sekelilingnya. Contohnya, saat anak merangkak, semua benda yang dilewatinya cendrung ingin ia diraih.

2.      Tahap Mainan (Toy stage)
Bermain barang mainan dimulai pada tahun pertama dan mencapai puncak pada usia 5-6 tahun. Pada mulanya anak hanya mengeksplorasi mainannya. Biasanya terjadi pada usia pra sekolah atau  anak-anak di Taman Kanak-Kanak. Pada tahap ini anak-anak berpikir bahwa benda mainannya hidup dan dapat berbicara, makan, merasa sakit dan sebagainya. Misalnya bermain dengan boneka dan biasanya anak-anak mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.

3.      Tahap Bermain ( Play Stage)
Terjadi pada saat anak mulai masuk Sekolah Dasar. Anak bermain dengan alat permainan yang beragam. Semula mereka meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila sendirian tapi lama kelamaan berkembang menjadi games, olahraga dan bentuk permainan lain yang juga dilakukan orang dewasa. Contohnya bermain bola kasti.


4.      Tahap Melamun (Daydream Stage)
Diawali saat anak mendekati masa pubertas, mereka mulai kehilangan minat dalam permainan yang sebelumnya disenangi. Pada tahap ini anak banyak menghabiskan waktu untuk melamun atau berkhayal. Biasanya khayalan anak-anak pada tahap ini mengenai perlakuan kurang adil dari orang lain atau merasa kurang dipahami oleh orang lain.

Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami, bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal diluar bermain(seperti perkembangan kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, serta memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya tersebut. Masa bermain pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuia dengan perkembangan anak, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan juga dengan usia anak.

E.     Tahapan bermain menurut Rubin, Fein dan Vandenberg.
Pendapat Rubin, Fein, dan Vandenberg dalam bukunya Laura E. Berk (1994), Child Development, dikemukakan bahwa tahapan perkembangan bermain kognitif anak adalah sebagai berikut:

1.      Bermain Fungsional (Functional Play)
Bermain seperti ini biasanya tampak pada anak berusia 1-2 tahunan berupa gerakan yang bersifat sederhana dan berulang-ulang. Kegiatan bermain ini dapat dilakukan dengan atau tanpa alat permainan. Misalnya: berlari-lari sekeliling ruang tamu, mendorong dan menarik mobil-mobilan, mengolah lilin atau tanah liat tanpa maksud untuk membuat bentuk tertentu dan yang semacamnya.

2.      Bermain Bangun Membangun (Constructive Play)
Bermain membangun sudah dapat terlihat pada anak berusia 3-6 tahun. Dalam kegiatan bermain ini anak membentuk sesuatu, menciptakan bangunan tertentu dengan alat permainan yang tersedia. Misalnya: membuat rumah-rumahan dengan balok kayu atau potongan lego, menggambar, menyusun kepingan-kepingan kayu bergambar dan yang semacamnya.

3.      Bermain Pura-pura (Make-believe Play)
Kegiatan bermain pura-pura mulai banyak dilakukan anak berusia 3-7 tahun. Dalam bermain pura-pura anak menirukan kegiatan orang yang pernah dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Dapat juga anak melakukan peran imajinatif memainkan tokoh yang dikenalnya melalui film kartun atau dongeng. Misalnya: main rumah-rumahan, polisi dan penjahat, jadi batman atau ksatria baja hitam.

4.      Permainan dengan peraturan (Games with Rules)
Kegiatan jenis ini umumnya sudah dapat dilakukan anak usia 6-11 tahun. Dalam kegiatan bermain ini, anak sudah memahami dan bersedia mematuhi aturan permainan. Aturan permainan pada awalhya diikuti anak berdasarkan yang diajarkan orang lain. Lambat laun anak memahami bahwa aturan itu dapat dan boleh diubah sesuai kesepakatan orang yang terlibat dalam permaina, asalkan tidak terlalu menyimpang jauh dari aturan umumnya. Misalnya: main kasti, galah asin atau gobak sodor, ular tangga, monopoli, kartu, bermain tali dan semacamnya.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa bermain menurut Rubin, Fein, dan Vandenberg merupakan suatu kegiatan yang sederhana dan semakin lama semakin kompleks (rumit) yang ditandai dengan penggunaan peraturan dalam permainan yang bertujuan untuk memperoleh kesenangan. Kegiatan bermain ini untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak dan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar