A.
Hakekat bermain pada anak usia dini.
1.
Hakekat AUD
Pada
undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan
anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor. 20
Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Anak
usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini
merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia di
mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut
sebagai usia emas (golden age).
Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Anak
memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam berperilaku.
Dengan demikian dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik yang tidak
sama pula dengan orang dewasa. Karakteristik cara belajar anak merupakan
fenomena yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini. Adapun karakterisktik anak usia
dini adalah:
1.
Anak belajar melalui bermain.
2.
Anak belajar dengan cara
membangun pengetahuannya.
3.
Anak belajar secara alamiah.
4.
Anak belajar paling baik jika apa
yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna,
menarik, dan fungsional.
2.
Hakekat bermain.
Bermain
menurut Mayesty adalah kegiatan yang anak-anak lakukan sepanjang hari karena
bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Anak usia dini tidak
membedakan antara bermain, belajar dan bekerja. Anak-anak pada umumnya sangat
menikmati permainan dan akan terus melakukannya dimanapun mereka memiliki
kesempatan. Piaget dalam Mayesty mengatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan
yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan/kepuasan bagi diri
seseorang; sedangkan Parten dalam Dockett dan Fleer memandang kegiatan bermain
sebagai sarana sosiaisasi, diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan
anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar
secara menyenangkan. Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal
tentang dirinya, dengan siapa dia hidup serta lingkungan tempat dimana dia
hidup.
Menurut
Bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang “tidak mempunyai peraturan
lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang
dimaksudkan dalam realitas luar”. Sedangkan menurut Dockett dan Fleer
berpendapat bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain
anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya.
Bermain merupakan aktivitas yang khas dan sangat berbeda dengan aktivitas lain
seperti belajar dan bekerja yang selalui dilakukan dalam rangka mencapai suatu
hasil akhir. Beberapa teori klasik dan modern tentang bermain yang dapat dibuat
sebuah bagan sebagai berikut
Berdasarkan
pengertian bermain diatas, dapat di uraikan bahwa semua aktivitas yang
dilakukan oleh anak pada hakikatnya adalah bermain yang menjadi kebutuhan dasar
bagi setiap anak, baik itu bertujuan ataupun tanpa tujuan, yang didalamnya
mengandung berbagai unsur kesenangan dan kegembiraan. Dalam bermain juga banyak
memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan seluruh potensi dalam dirinya
dan menggali kekuatan yang ada dalam diri
B.
Tujuan bermain pada anak usia dini.
Semua
anak usia dini memiliki potensi kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat
individual antar anak yang satu dengan anak yang lain. Jadi dapat dikatakan
bahwa dengan bermain anak dapat mengembangkan potensi kreatifnya, anak dapat
berkreativitas dalam setiap kegiatan bermainnya. Pada dasarnya bermain memiliki
tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia
dini melalui pendekatan bermain yang kreatif, interaktif dan terintegrasi
dengan lingkungan bermain anak. Menurut Catron dan Allen penekanan dari bermain
adalah perkembangan kreativitas dari anak-anak.
C.
Tahap-tahap bermain menurut Jean Piaget
Adapun
tahapan kegiatan bermain menurut Piaget adalah sebagai berikut:
1.
Permainan Sensori Motorik (±
3/4 bulan – ½ tahun)
Pada tahapan ini, kegiatan anak
mulai lebih terkoordinasi dan ia mulai belajar dari pengalaman sebelumnya. Bermain
diambil pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum 3-4 bulan
yang belum dikategorikan sebagai kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya merupakan
kelanjutan
kesenangan yang diperoleh seperti kegiatan makan atau mengganti sesuatu. Jadi merupakan pengulangan dari
hal-hal sebelumnya dan disebut reproductive assimilation.
2.
Permainan Simbolik (± 2-7 tahun)
Merupakan
ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2-7 tahun ditandai dengan
bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya
dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka,
ruang, kuantitas dan sebagainya . Seringkali anak hanya sekedar bertanya, tidak
terlalu memperdulikan jawaban yang diberikan dan walaupun sudah dijawab anak
akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan
berbagai simbol atau representasi benda lain. Misalnya
sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang dan lain-lain. Bermain
simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan
pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak akan dilakukan
kembali dalam kegiatan bermainnya.
3.
Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8-11 tahun)
Pada
usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules
dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan.
4.
Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas)
Kegiatan
bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan
bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih
ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang tergolong
games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan berulang-ulang dan
terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya.
Jika
dilihat tahapan perkembangan bermain Piaget maka dapat disimpulkan bahwa
bermain yang tadinya dilakukan untuk keenangan lambat laun mempunyai tujuan
untuk hasil tertantu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik.
D.
Tahapan-tahapan
bermain menurut Hurlock.
Menurut
Hurlock ada 4 tahapan bermain pada anak, yaitu :
1.
Tahap Penjelajahan (Exploratory stage)
Ciri khasnya adalah berupa
kegiatan mengenai obyek atau orang lain, mencoba menjangkau atau meraih benda
dikelilingannya, lalu mengamatinya. Hingga bayi berusia 3 bulan, permainan
mereka terutama terdiri atas melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak
untuk menggapai benda yang di acungkan. Setelah itu anak mulai bisa mengontrol
tangannya untuk menggapai benda yang ada disekitarnya. Anak mulai bisa
merangkak dan berjalan, anak mulai menggapai semua benda yang ada di
sekelilingnya. Contohnya, saat anak merangkak, semua benda yang
dilewatinya cendrung ingin ia diraih.
2.
Tahap Mainan (Toy stage)
Bermain
barang mainan dimulai pada tahun pertama dan mencapai puncak pada usia 5-6
tahun. Pada mulanya anak hanya mengeksplorasi mainannya. Biasanya
terjadi pada usia pra sekolah atau anak-anak di Taman Kanak-Kanak. Pada tahap ini
anak-anak berpikir bahwa benda mainannya hidup dan dapat berbicara, makan,
merasa sakit dan sebagainya. Misalnya bermain dengan boneka dan
biasanya anak-anak mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman
bermainnya.
3.
Tahap Bermain ( Play Stage)
Terjadi pada saat anak mulai masuk Sekolah Dasar. Anak
bermain dengan alat permainan yang beragam. Semula mereka meneruskan bermain
dengan barang mainan, terutama bila sendirian tapi lama kelamaan berkembang
menjadi games, olahraga dan bentuk permainan lain yang juga dilakukan orang
dewasa. Contohnya bermain bola kasti.
4.
Tahap Melamun (Daydream Stage)
Diawali saat anak mendekati masa pubertas, mereka mulai
kehilangan minat dalam permainan yang sebelumnya disenangi. Pada tahap ini anak
banyak menghabiskan waktu untuk melamun atau berkhayal. Biasanya
khayalan anak-anak pada tahap ini mengenai perlakuan kurang adil dari orang
lain atau merasa kurang dipahami oleh orang lain.
Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami, bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan
spontan, dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan
peran aktif anak, memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal diluar
bermain(seperti perkembangan kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak
dengan lingkungannya, serta memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan
lingkungannya tersebut. Masa bermain pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuia
dengan perkembangan anak, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan
juga dengan usia anak.
E.
Tahapan
bermain menurut Rubin, Fein dan Vandenberg.
Pendapat
Rubin, Fein, dan Vandenberg dalam bukunya Laura E. Berk (1994), Child
Development, dikemukakan bahwa tahapan perkembangan bermain kognitif anak
adalah sebagai berikut:
1.
Bermain Fungsional (Functional Play)
Bermain seperti ini biasanya
tampak pada anak berusia 1-2 tahunan berupa gerakan yang bersifat sederhana dan berulang-ulang.
Kegiatan bermain ini dapat dilakukan dengan atau tanpa alat permainan.
Misalnya: berlari-lari sekeliling ruang tamu, mendorong dan menarik
mobil-mobilan, mengolah lilin atau tanah liat tanpa maksud untuk membuat bentuk
tertentu dan yang semacamnya.
2.
Bermain Bangun Membangun (Constructive Play)
Bermain membangun sudah dapat
terlihat pada anak berusia 3-6 tahun. Dalam kegiatan bermain ini anak membentuk sesuatu, menciptakan
bangunan tertentu dengan alat permainan yang tersedia. Misalnya: membuat
rumah-rumahan dengan balok kayu atau potongan lego, menggambar, menyusun
kepingan-kepingan kayu bergambar dan yang semacamnya.
3.
Bermain Pura-pura (Make-believe Play)
Kegiatan bermain pura-pura mulai
banyak dilakukan anak berusia 3-7 tahun. Dalam bermain pura-pura anak menirukan
kegiatan orang yang pernah dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Dapat juga
anak melakukan peran imajinatif memainkan tokoh yang dikenalnya melalui film
kartun atau dongeng. Misalnya: main rumah-rumahan, polisi dan penjahat, jadi
batman atau ksatria baja hitam.
4.
Permainan dengan peraturan (Games with Rules)
Kegiatan jenis ini umumnya sudah
dapat dilakukan anak usia 6-11 tahun. Dalam kegiatan bermain ini, anak
sudah memahami dan bersedia mematuhi aturan permainan. Aturan permainan pada
awalhya diikuti anak berdasarkan yang diajarkan orang lain. Lambat laun anak
memahami bahwa aturan itu dapat dan boleh diubah sesuai kesepakatan orang yang
terlibat dalam permaina, asalkan tidak terlalu menyimpang jauh dari aturan
umumnya. Misalnya: main kasti, galah asin atau gobak sodor, ular tangga,
monopoli, kartu, bermain tali dan semacamnya.
Dari penjelasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa bermain menurut
Rubin, Fein, dan Vandenberg merupakan suatu kegiatan yang sederhana dan semakin
lama semakin kompleks (rumit) yang ditandai dengan penggunaan peraturan dalam
permainan yang bertujuan untuk memperoleh kesenangan. Kegiatan bermain ini
untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak dan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar