Senin, 20 Mei 2013

circle time



Circle time merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkelompok baik anak maupun guru yang gunanya untuk membangun pemahaman atau konsep yang jelas mengenai suatu materi yang akan diajarkan. Disini anak akan merapa senang karena anak akan dapat berbicara, mendengarkan cerita, membaca, menyanyi, dan bergerak secara bebas walaupun masih dalam pengawasan guru. Kemampuan anak dalam beradaptasi dan bersosialisasi akan dapat berkembang disini karena anak akan berkumpul dan membaur menjadi satu dengan teman-temannya.
Kegiatan circle time ini memberikan kebebasan kepada anak sepenuhnya untuk berpendapat dan memilih sesuai keinginannya. Tujuan dari diadakannya kegiatan ini adalah untuk memudahkan anak memahami konsep perlu adanya alat peraga dan contoh konkret. Anak juga bisa memahami konsep dengan memanfaatkan seluruh inderanya, yang didapatkan dari mendengarkan lagu, membaca cerita, menggerakkan badan, dan masih banyak lagi, hal ini sangat penting sekali terutama untuk anak yang berkebutuhan khusus.
Kegiatan circle time bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu membuat kelompok besar yang isinya semua anak di kelas atau membagi kelas menjadi kelompok kecil yang dalam satu kelompok isinya sebagian anak. Biasanya circle time dilakukan dengan menggunakan karpet atau tikar yang berbentuk persegi dan anak duduk melingkar dengan memberi jarak antara anak satu dengan anak yang lainnya. Kegiatan circle time juga bisa dilakukan oleh anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, PDD, autis, keterlambatan perkembangan, gangguan motorik, gangguan pengelihatan, dan masih banyak lagi tetapi masih dengan pengawasan khusus sesuai dengan kebutuhannya.
-    Keterlambatan perkembangan
Pada dasarnya anak yang mengalami keterlambatan perkembangan ini mengalami kesulitan dalam memahami sebuah kalimat atau mungkin karena perkembangannya kognitifnya belum sempurna. Disatu sisi, anak yang mengalami keterlambatan juga mengalami perkembangan yang cukup pesat apabila tidak adanya tekanan dan kontrol dari guru untuk mempraktikkan kemampuan sosialisasinya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari anak yang mengalami keterlambatan perkembangan saat mengikuti kegiatan circle time ini, diantaranya:
Ø  Anak dengan gangguan ini tidak bisa mengikuti kegiatan circle time dalam waktu yang lama. Kegiatannya dibuat sesuai dengan perkembangan anak dan apabila anak diberikan kegiatan yang lebih tinggi dari tingkat perkembangannya, maka daya tarik anak-anak untuk mengikuti kegiatan ini akan berkurang.
Ø  Untuk mengenalkan konsep materi pembelajaran pada anak yang mengalami gangguan ini, bisa dilakukan dengan menggabungkan musik, gerakan, alat peraga, dan boneka tangan dalam kegiatan circle time karena anak belajar dari konsep dulu baru bisa mempraktikkan kemampuannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini.
Ø  Perhatian anak dengan gangguan ini akan didapatkan dengan penggunaan efek suara yang berbeda., seperti suara kakek, kucing, anjing, dan sebagainya.
Ø  Bertepuk atau memainkan alat music disertai respon dari anak digunakan untuk melatih kemampuannya dalam mendengarkan, selain dengan bertepuk bisa dilakukan pula dengan menceritakan dongeng hewan kesayangan, dan sebagainya.
Ø  Beberapa kegiatan permainan yang dapat dilakukan untuk anak keterlambatan perkembangan
·         Permainan jari dapat dilakukan untuk meltih kemampuan jarinya karena anak akan mengalami kesulitan saat menggunakaan salah satu jarinya, seperti menunjuk.
·         Bermain hola hop, tali, atau parasut ketika melakukan kegiatan, seperti berjalan berputar dalam lingkaran.
Ø  Anak dibolehkan untuk mengunyah makanan untuk membuatnya focus dan mendengarkan.
Ø  Selalu mendorong anak untuk bersosialisasi menggunakan bahasa lisan.
Ø  Menggunakan waktu circle time untuk membicarakan tentang kegiatan apa saja yang telah dilakukan hari ini.

-    Gangguan tulang
Anak-anak yang mengalami gangguan tulang ini umumnya masih bisa berpartisipasi dalam kegiatan circle time dengan menggunakan kursi roda. Tetapi terkadang anak tidak merasa menjadi bagian dari kelompoknya karena dirinya berbeda dengan anak lain, dimana teman-temannya duduk dilantai sedangkan dirinya duduk di kursi roda. Sedangkan untuk anak yang mengalami cerebral palsy ringan bisa menggunakan tongkat untuk membantu dirinya mengikuti kegiatan circle time sehingga lebih leluasa saat melakukan gerakan dalam kegiatan ini. Walaupun tidak semua gerakan dapat dilakukan, tetapi guru harus lebih fokus terhadap gerakan atau kegiatan yang dapat dilakukannya untuk mengetahui kemajuan perkembangan anak.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk anak yang mengalami gannguan tulang saat kegiatan ini berlangsung, diantarany:
Ø  Memberikan kesempatan yang sama kepada anak yang mengalami gangguan ini untuk duduk sejajar dengan guru dan anak-anak lainnya dilantai guna membuat anak merasa menjadi bagian dari kelompok, selain itu juga dapat melatih kemampuan tulang kepala, leher, dan tulang punggung anak. Tetapi ada beberapa anak yang hanya membutuhkan  duduk dipojok dengan menggunakan kursi bantal yang besar untuk mengerjakan tugas yang lain sebagai ganti dari kegiatan circle time.
Ø  Kegiatan circle time dilakukan dengan duduk di kursi seperti anak yang duduk di kursi roda.
Ø  Jika dalam kegiatan circle time anak tidak mampu melakukan gerakan yang diajarkan, maka bisa diganti dengan kegiatan yang lainnya seperti memasang tape recorder, memasang daftar kehadiran di papan, dan sebagainya.
Ø  Anak bisa melakukan gerakan berputar dilingkaran seperti teman hanya dengan memberikan intruksi menggunakan satu tangannya tanpa dia harus melakukan putaran tersebut serta selalu mendorong anak untuk menggunakan tangan yang lain apabila gerakan putaran berubah arah.
Ø  Untuk anak yang mengalami gangguan yang berat, anak hanya perlu mencari benda yang ada di kanan dan dikirinya sehingga untuk mencari benda tersebut, anak hanya perlu memutar sedikit badannya atau kursinya ke kanan dan kek kiri dan untuk membedakan antara kanan dan kiri, salah satu tangannya diberi tanda untuk mebedakan, misal tangan kanan diberi karet gelang.
Ø  Untuk anak yang tidak dapat berbicara, orang tua bisa menggunakan tape recorder untuk membagi cerita mengenai anak hari itu sehingga anak hanya perlu membawa dan menyalakan tape itu di depan teman-temannya.
Ø  Anak diberikan kesempatan untuk memilih lagu kesukaannya apabila anak berhasil mencocokkan gambar dengan pasangannya.

-    Pervasive Developmental Disorder (PDD) dan Autisme
Kegiatan circle time merupakan kegiatan yang sangat berpengaruh untuk PDD maupun autism karena dalam kegiatan ini dibutuhkan kemampuan anak untuk bersosialisasi dengan kelompok yang besar. Pelaksanaan kegiatan ini juga dapat mendiagnosis bermacam-macam perlakuan yang dilakukan anak autisme dan PDD. Intervensi dapat dilakukan disekolah dengan mencari tahu daftar perkembangan anak yang mengalami gangguan autisme dan PDD termasuk dalam anak yang mengalami gangguan keterlambatan perkembangan dan ADHD/ gangguan perilaku.
Ø  Membuat circle time setiap hari dengan menggabungkan lagu dengan aktifitas kegiatan karena hal ini akan membuat anak merasa nyaman dalam mengikuti kegiatan yang berulang-ulang. Selain itu kursi goyang juga memiliki pengaruh untuk memberikan rangsangan dan kenyamanan bagi anak untuk fokus.
Ø  Gerakan motorik anak yang mengalami gangguan ini terkadang mengalami gangguan karena sensitifitas inderanya juga terganggu. Reaksi yang diberikankan pun terkadang berlebihan sehingga menganggap segala sesuatu yang ditujukan kepadanya merupakan sesuatu yang buruk dan perlu dihindari.
Ø  Perilaku steriotip memperlihatkan rendahnya minat anak terhadap sesuatu sehingga kemampuan anak untuk mencoba sesuatu sangat rendah. Kemampuan mengekor seperti itu tidak hanya dalam perilakunya tetapi juga dalam keterampilan bahasanya. Untuk itu diperlukan terapi yang gunanya untuk mengurangi perilaku steriotip anak secara perlahan dan terbukti sangat relevan untuk mengurangi beban depresi anak.
Ø  Gangguan autism menyebabkan fungsi pengelihatan anak terganggu sehingga anak mengalami kesulitan untuk kontak mata, keterbatasan fokus mata terhadap benda-benda tertentu sehingga menimbulkan rasa depresi jika anak dihadapkan dengan benda-benda asing. Bahkan anak autism juga sulit untuk mengkomparasikan benda yang memiliki sedikit persamaan.

-    ADHD dan gangguan Perilaku
Circle time merupakan kegiatan yang sangat menarik bagi anak yang mengalami ADHD karena kegiatan. Perhatian anak yang sangat pendek membuatnya sangat sulit untuk mendiagnosis mengalami ADHD karena dokter tidak mau melakukan hal tersebut karena anak usia 3-4 tahun rata-rata mempunyai perhatian yang sangat  pendek, terutama untuk kegiatan yang membutuhkan perencanaan dan pengaturan.
Memberikan pilihan kepada anak untuk menentukan sentra yang ingin dipilih, misalnya sentra seni atau sentra balok, dengan membuat dua kelompok besar atau satu kelompok besar atau menghapusnya sama sekali. Pendekatan khusus dilakukan sesuai dengan kebutuhan anak dan untuk menentukan kebutuhan khusus anak.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membuat anak dengan gangguana ini fokus dalam mengikuti kegiatan circle time, yaitu:
Ø Mendudukan anak dan orang dewasa memegang pundak, punggung, dan kaki  untuk membuat anak bisa fokus dalam mengikuti kegiatan.
Ø Mendudukan anak dalam pangkuan untuk memberikan kontak fisik guna menarik perhatian anak.
Ø Mengizinkan anak untuk memegang boneka atau bola yang terbuat dari busa.
Ø anak akan dapat duduk dalam waktu yang panjang asalkan adanya perubahan stimulus secara bertahap dari waktu minimal sampai waktu yang dapat diberikan.
Ø Anak akan mengalami stress setiap pagi hari baik di rumah maupun di bus apabila lingkungan terlalu memberikan tekanan karena orang tua terlalu mengharapkan anak untuk melakukan hal yang lebih dari yang dikuasainya. Berikan waktu kepada anak untuk menenangkan diri dengan cara duduk, diperbolehkan untu lari atau melompat dalam trampoline.
Ø Memberikan penghargaan kepada anak yang perilakunya sesuai dengan yang diharapkan.
Ø Mengabaikan perilaku anak yang tidak menyenangkan dengan memberikan pujian yang sesuai.
Ø Giliran berbicara seringkali menjadi masalah bagi anak ADHD. Dorongan hati dan kecemasan membuat anak seringkali menganggua anak lain dengan mengambil mainannya dan untuk mengatasi masalah itu maka anak diberikan mainan yang anak sukai.
Ø Rompi yang menekan tubuh dan bahu yang diberikan akan membuat anak tenang . untuk itu pemberian rompi itu bisa dilakukan untuk menenangkan anak dan bisa diberikan kepada anak, maksimal 10-15 menit.
Ø Anak yang mengalami ADHD sering megalami kesulitan dalam hal bertoleransi. Mereka seringkali melakukan tindakan agresif terhadap anak lain, seperti memukul, menendang, menggigit, atau mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya. Untuk itu pada saat circle time lebih baik anak diberikan tempat khusus untuk membatasi gerak anak.
Ø Pemberian intruksi menggunakan kata-kata yang mudah dipahami anak dan berulang-ulang. Instruksi disampaikan dengan menggunakan kata-kata positif.
Ø Penghargaan diberikan secara langsung. Penguatan tidak hanya diberikan saat anak melakukan kesalahan tetapi diberikan setiap saat.
Ø Saat anak mulai bosan maka anak akan pergi dari kegiatan circle time. Hal ini perlu diperhatikan oleh guru karena perhatian guru akan membuat anak tenang. Perhatian ini sudah cukup untuk mengatasi permasalahan anak ini daripada memberikan hukuman kepada anak.

-    Gangguan motorik
Anak dengan gangguan motorik seringkali tidak mengalami masalah pada saat kegiatan cirke time berlangsung, tetapi anak akan mulai merasa tidak nyaman apabila sudah mulai aktifitas gerakan. Anak dengan gangguan ini mulai merasa tidak percaya diri melakukan kegiatan baru karena merasa dirinya tidak mampu. Guru diharapkan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengamati teman-temannya sebelum anak disuruh mengerjakan tugas.
Ø  Anak dengan gangguan ini lebih suka mengamati terlebih dahulu sebelum ikut serta dalam kegiatan baru tersebut sehingga anak membutuhkan cukup waktu untuk memperhatikan sebelum menyuruhnya untuk ikut bergabung.
Ø  Mengulangi kegiatan circle time setiap hari untuk memberikan kepercayaan kepada anak untuk mencoba aktivitas yang sudah diberikan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara bernyanyi bersama, mendiskusikan media pembelajaran, dan bercerita.
Ø  Memperkenalkan aktivitas baru secara perlahan, dimana dalam penyampaiannya membutuhkan tahap yang sederhana beserta caranya. Contohnya: anak diajarkan mengenai konsep kanan dan kiri. Untuk itu diperlukan gerakan menggeser badan dan kakinya sesuai dengan kanan dan kiri anak. Jika anak tidak mau ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini, maka anak diberikan alternatif lain dengan memanfaatkan gerakan motorik yang lain, seperti tangannya.
Ø  Apabila anak tidak bisa melakukan gerakan motorik kasarnya, maka dapat digantikan dengan tugas yang melibatkan motorik halusnya, misalnya menyisir rambut, meminum jus, dan sebagainya.

-    Gangguan pengelihatan
Anak dengan gangguan pengelihatan akan memiliki keterbatas dalam indra pengelihatan. Untuk itu anak dengan gangguan ini bisa memanfaatkan indra yang lainnya untuk mengenal dunia, misalnya indra peraba, penciuman, pengelihatan, dan pendengaran. walaupun kegiatan circle time membutuhkan indra pengelihatan tetapi dapat menjadi kegiatan yang menyenagkan untuk anak yang mengalami gangguan ini karena disini anak dapat mengembangkan indra yang lainnya utuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Indra pendengaran mengalami adaptasi dalam melaksanakan kegiatan ini karena dalam hal ini fungsinya mengantikan indra pengelihatan.
Ø Anak disuruh duduk didekat guru agar anak bisa melihat bahan pembelajaran dari dekat.
Ø Menemani anak dalam melakukan dan menyelesikan kegiatan apapun. Kegiatan yang dilakukan harus disertai dengan penjelasan atau ucapan.
Ø Jika ada penggabungan kegiatan baru, maka anak harus diberi penjelasan secara runtut lebih dahulu.
Ø Jika anak duduk di karpet atau tikar, maka benda-benda yang ada disampingnya mudah untuk diidentifikasi, baik warna, bentuk, dan testur. Utuk anak yang buta, diharapkan mengatur tempat agar barang-barang tersebut mudah untuk dijangkau.
Ø Membantu anak untuk fokus dengan cara menentukan benda sejajar dengan pandangan anak.
Ø Kartu kehadiran untuk anak yang buta, diharapkan memiliki tekstur khusus dan dibelakangnya diberikan perekat sesuai dengan namanya. Jadi, apabila guru memberikan kartu identitas kepada anak yang buta ini, maka mereka bis mengidentifikasi sendiri bahwa kartu itu miliknya atau bukan.
Ø Anak dengan gangguan pengelihatan berat seringkali mengalami kesulitan untuk menentukan posisi dirinya dan seringkali mengalami gangguan motorik saat mendemonstrasikan gerakan dan keseimbangan indra. Untuk itu, perlu adanya stimulasi yang dapat dilakukan dengan modifikasi gerakan, seperti bergerak, melompat, dan berlari yang dilakukan dalam sebuah karpet kecil. Selain itu, stimulus dapat diberikan dengan cara mendudukan anak dikursi kecil yang dengan mudah dapat menyentuh lantai. Karena anak akan merasa aman  dan tidak takut manabrak teman yang lainnya.
Ø Saat pertama konsep circle time diperkenalkan, anak membutuhkan bantuan untuk berjalan melingkar sebelum duduk.
Ø Posisi duduk yang tepat sangat penting bagi anak. jika anak duduk di dekat guru maka guru akan dengan mudah menyuruhnya untuk fokus dalam kegiatan. Disisi lain, anak juga diberi kebebasan untuk memilih tempat duduknya dengan meminta bantuan guru untuk menunjukkan tempat yang anak inginkan.
Ø Mamberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil peran dalam memilih buku dan menentukan cerita selama kegiatan mendongeng berlangsung. Pada saat kegiatan ini juga, diperlukan permainan yang menunjukkan karakter dan menggunakan objek yang sesuai.
Ø Menggerakkan seluruh tubuh dengan sadar yang sesuai dengan lagu, misalnya lagu “Kepala, Pundak, Lutut, dan Kaki”. Membutuhkan tangan dan jari untuk meniru gerakan yang dicontohkan karena pengelihatannya tidak berfungsi dengan maksimal.
Ø Ketika menerangkan mengenai cuaca, maka diperlukan pakaian yang disesuaikan dengan cuaca yang ada. Misal, menggunakan jaket saat musim hujan, menggunakan kain yang tipis saat musim kemarau.

Daftar Pustaka
Smith, J. David. 2006. Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan Pembelajaran. Bandung: Nuansa.
Somantri, Hj. T. Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama.
Wijayakusuma, H. M. Hembing. 2004. Psikoterapi untuk Anak Autisma: Teknik Bermain Kreatif Non Verbal dan Verbal, Terapi Khusus untuk Autisma. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

pola pengasuhan anak dalam keluarga



Pengertian Keluarga
Keluarga berasal dari bahasa sansekerta “kulawarga”. Kata kula berarti ras dan warga yang berarti anggota. Keluarga adalah lingkungan dimana terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.
Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, dihidupnya dalam satu rumah tangga berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Keluarga terbagi menjadi keluarga inti yang terdiri suami istri dan anak serta keluarga luas meliputi hubungan antara paman, bibi, keluarga kakek, dan nenek.
Orang tua adalah ayah dan ibu yang melahirkan manusia baru (anak) serta mempunyai kewajiban untuk mengasuh, merawat dan mendidik anak tersebut guna menjadi generasi yang baik. Orang tua mempunyai peran yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan mental dan spiritual anaknya seperti:
  • Memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar agar anak tidak tertekan.
  • Mengajarkan kepada anak tentang dasar-dasar pola hidup pergaulan yang benar.
  • Memberikan contoh perilaku yang baik dan pantas bagi anak-anaknya. Hal ini disebabkan orang tua khususnya, dalam ruang lingkup keluarga merupakan media awal dari satu proses sosialisasi, sehingga dalam proses sosialisasi tersebut orang tua mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak-anaknya agar menjadi manusia baik-baik.

Pengertian Pengasuhan
Pengasuhan memiliki beberapa definisi atau pengertian, kerap didefinisikan sebagai cara mengasuh anak mencakup yaitu pengalaman, keahlian, kualitas, dan tanggungjawab yang dilakukan orang tua dalam mendidik dan merawat anak, sehingga anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan oleh keluarga dan masyarakat dimana ia berada atau tinggal.
Menurut kamus pengasuhan sering disebut pula sebagai “child-rearing” yaitu pengalaman, keterampilan, kualitas, dan tanggungjawab sebagai orang tua dalam mendidik dan merawat anak : the experiences, skills, qualities, responsibilities involved in being a parent and in leaching and caring, for a child (Encarta dictionary).
Pengasuhan atau disebut juga “parenting” adalah proses menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran anak hingga anak memasuki usia dewasa. Tugas ini umumnya dikerjakan oleh ibu dan ayah (orang tua biologis dari anak), namun bila orang tua biologisnya tidak mampu melakukan pengasuhan, maka tugas ini diambil oleh kerabat dekat termasuk kakak, nenek dan kakek, orang tua angkat, atau oleh institusi seperti panti asuhan (“alternative care”).
Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, menurut Satoto (1990); Zeitlin, Colleta, Megawangi, dan Babatunde (1992) diperlukan dua faktor yang saling berkaitan, yaitu interaksi ibu dan anak secara timbal balik dan pemberian stimulasi. Dengan demikian pengasuhan adalah bentuk interaksi dan pemberian stimulasi dari orang dewasa di sekitar kehidupan anak. Ini berarti anak adalah sebagai penerima stimulus yang kemudian memberikan respon. Stimulus positiflah yang diharapkan berlangsung selama pengasuhan, misalnya dengan mensosialisasikan kata-kata positif yang diperdengarkan kepada nak sejak masih kecil, mengajarkan anak tentang suatu konsep, mensosialisasikan tentang peraturan dan sebagainya. Interaksi juga dapat diberikan dalam bentuk sentuhan, gendongan, ciuman, pujian, dan sebagainya yang mencerminkan ekpreksi emosi pengasuh yang timbal balik antara pengasuh dan anak.
Sementara itu Myers (1992) menuliskan bahwa aktivitas pengasuhan anak paling tidak mencakup beberapa aktivitas berikut yaitu : melindungi anak, memberikan perumahan atau tempat perlindungan, pakaian, makanan, merawat anak (termasuk memandikan, mengajarkan cara buang air, dan memelihara bila anak sakit), memberikan kasih sayang dan perhatian pada anak, berinteraksi dengan anak dan memberikan stimulasi kepadanya, serta memberikan kemampuan sosialisasi dengan budayanya.
pola asuh merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya di mana mereka melakukan serangkaian usaha aktif. Menurut Suardiman (1983 : 22) memberikan pengertian bahwa pola asuh adalah cara mengasuh anak, usaha memelihara, membimbing, membina, melindungi anak untuk kelangsungan hidupnya.
Menurut Hurlock ada beberapa kondisi yang meningkatkan kreativitas ; Waktu, kesempatan menyendiri, dorongan, sarana, lingkungan yang merangsang, hubungan orang tua –anak yang tidak posesif, cara mendidik anak dan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan. Creativity of an individual is an interactive result of his/her intelligence, knowledge, thinking styles, personality, motivation, and environtment (Stenberg & Lubart 1991). Amabiles dalam Thai & Chong( 2004 : 20) menyebutkan ada beberapa komponen dalam perkembangan kreativitas seseorang yaitu ; komponen kognitif yang terdiri dari kecerdasan, pengetahuan( knowledge) dan keterampilan (skill). Keterampilan ini didukung oleh bawaan lahir dari kemampuan kognitif, Persepsi dan kemampuan motorik, serta pendidikan formal dan informal. Kreativitas sangat berhubungan kecocokan dengan gaya bekerja kognitif pengetahuan baik secara implisit maupun eksplisit dan gaya bekerja yang fleksibel. Kemampuan ini dapat dikembangkan melalui pelatihan, pengalaman dan karaktersitik personal. Komponen yang kedua yaitu komponen kepribadian yang terfokus pada komitmen, motivasi dan minat, serta keterbukaan dalam mentoleransi perbedaan. Motivasi terdiri dari sikap terhadap tugas yang diemban dan persepsi dari motivasi diri dalam memahami tugas dan tanggung jawab. Tan (2004:27) menjelaskan tentang kerangka kerja kreativitas pada umumnya berdasarkan pada beberapa asumsi :

  • Setiap individu memiliki potensi untuk menjadi kreatif
  • Kreativitas dapat tumbuh ketika komponen pra pembentukan (motivasi, kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan) hadir dalam individu (amabile 1983). Dan berkembang dalam lingkungan yang mendukung
  • Proses menjadi kreatif adalah perkembangan kognitif individu termasuk ide atau gagasan secara umum dan tahap eksplorasiStruktur kreativitas dapat tersusun dari sumber menuju dataran teknis dengan mengundang dua atau lebih ahli dan pendatang baru atau pemula seperti siswa dan teman sekelompok.
  • Tutor PAUD harus memperhatikan kompetensi paaedagogi (perencanaan, memilih model pembelajaran, dan pengelolaan sikap).

Mereka harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup dan termotivasi untuk mengajar dengan efektif dan kreatif.
Menurut Than (2004 :28) ada beberapa hal yang dapat membangun kreativitas dalam pendidikan. Rogers (1961) mendefiniskan “membangun / constructive” memiliki makna konotasi seperti memiliki karakter terbuka pada pengalaman baru, beretika, humanis, perhatian terhadap diri sendiri dan orang lain . Jadi pola asuh kreatif adalah sebuah pola yg sistemik dalam mengasuh, merawat dan menjaga anak secara berkesinambungan dengan teknik-teknik kreatif, dimana kreativitas menurut Hurlock adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Model Positive parengting program merupakan salah satu model pola asuh yang tengah dikembangkan oleh Matthew Sanders seorang Professor of Clinical Psychology and Director of the Parenting and Family Support Centre at The University of Queensland. Positive parenting program adalah Rutinitas dan perubahan sederhana dalam membina hubungan kekeluargaan yang membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Small Change Big Difference, dimana hubungan ini membina hubungan dengan anak secara positif dan berkesinambungan. Mengapa model positive parenting program ini sanat penting karena menurut hasil penelitian kemandirian belajar anak sangat ditentukan oleh pola asuh orang tua, dimna pola asuh orang tua yang demokratis memberikan signifikansi yang besar dalam membentuk kemandirian anak dalam belajar. (Astuti 2005). Sedangkan hasil penelitian lainnya menyebutkan bahwa tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh dalam menentukan pola asuh terhadap anaknya. Orang tua yang memiliki latar belakang pendidikan rendah cenderung otoriter dan permisif terhadap anaknya, sedangkan orang tua yang emiliki latar belakang pendidikan tinggi cenderung menggunakan pola asuh yang demokratis. Tipe-tipe pola asuh orang tua terhadap anak antara lain:
1.       Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang cuek terhadap anak. Jadi apa pun yang mau dilakukan anak diperbolehkan seperti tidak sekolah, bandel, melakukan banyak kegiatan maksiat, pergaulan bebas negatif, matrialistis, dan sebagainya.
Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Dengan begitu anak hanya diberi materi atau harta saja dan terserah anak itu mau tumbuh dan berkembang menjadi apa.
Anak yang diasuh orangtuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa.
2.      Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan yang saklek harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya.
Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang-tua yang telah membesarkannya.
Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak bahagia, paranoid / selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orangtua, dan lain-lain. Namun di balik itu biasanya anak hasil didikan ortu otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggungjawab dalam menjalani hidup.
3. Pola Asuh Otoritatif
Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para orangtua kepada anak-anaknya.
Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatip akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orangtua, menghargai dan menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain.

Pola asuh orang tua dalam mengembangakan kecerdasan kognitif anak
Pola asuh orang tua sangat menentukan perkembangan kecerdasan anak. Stimulus yang diberikan orang tua juga mempunyai peranan yang penting. Jadi stimulus adalah kegiatan merangsang secara memadai kemampuan dasar agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai potensi yang dimilikinya. Dalam memberikan stimulus dilakukan sedini mungkin sejak anak masih dalam kandungan yaitu usia 4 bulan sampai usia 6 tahun. Ada beberapa prinsip dalam melakukan stimulus terhadap anak usia dini, antara lain:
  1. Stimulus dilakukan berdasarkan kasih sayang dari orang tua maupun keluarga
  2. Selalu menunjukkan perilaku yang baik
  3. Stimulus dilakukan dengan benar, maksudnya sesuai dengan tahap perkembangan
  4. Menggunakan alat bantu dan permainan yang aman bagi anak
  5. Berikan kesempatan yang sama antara anak laki-laki dan perempuan
Pola pengasuhan orang tua dalam peningkatan kognitif anak antara lain:
  1. Meceritakan dongeng pada anak sebelum tidur
  2. Memperdengarkan dan mengajari anak dalam bernyanyi serta bermain musik
  3. Melakukan dialog pada anak tentang segala hal
  4. Mengajak anak untuk mengimajinasikan dalam bentuk gambar atau lukisan
  5. Mengajak anak untuk melakukan eksperimen, misalnya mengajak anak untuk memasak bersama
  6. Mengasah kemampuan mengingat anak dengan bermain puzzle
  7. Mengajak anak dengan bermain tebak-tebakan
  8. Mengajak anak dengan bermain peran